Hadits
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ النَّظْرَةَ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيْسَ
مَسْمُوْمٌ فَمَنْ تَرَكَهَا مِنْ خَوْفِ اللهِ أَثَابَهُ جَلَّ وَ عَزَّ
إِيْمَانًا يَجِدُ حَلاَوَتَهُ فِي قَلْبِهِ (رواه الحاكم و الطبراني)
Diriwayatkan dari Abdullah bin
Mas’ud, ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya pandangan
(terhadap lawan jenis) adalah senjata beracun iblis. Barang siapa meninggalkan
pandangannya karena takut kepada allah, maka Allah akan menganugrahkan kepadanya
keimanan yang terasa lezat di dalam hatinya.” (HR. al-Hakim dan ath-Thabrani)
Syarah
Seorang yang mengaku muslim hanya
memiliki dua opsi terkait anugerah Allah yang bernama nafsu syahwat alias
hasrat seksual. Pertama, ia menyalurkansecara sah dalam lembaga
pernikahan. Kedua, jika belum mampu menikah, mau tak mau, ia harus mampu
mengendalikan hasrat seks, yaitu dengan menjaga pandangan mata (ghadhdhul
bashar).
Manusia adalah makhluk dengan “nafsu
yang potensial”. Maksudnya, pada dirinya terdapat “nafsu-nafsu tidur” yang bila
tergelitik oleh suatu rangsangan akan bangkit dan menguasai jiwanya. Orang
dusun yang lugu, mungkin akan merasa cukup jika di sawahnya, padi dapat tumbuh
subur dan dapat dipanen dengan baik. Asal dapur sudah mengepul, dunia seperti surga
baginya. Ia tidak butuh mobil keluaran terbaru. Sebab, ia hidup di desa yang
tidak pernah melihat mobil keluaran terbaru lewat di depannya. “Nafsu memiliki
mobil” tidak muncul pada dirinya, karena ia tidak pernah dirangsang oleh suatu
fenomena. Demikian pula, seseorang yang belum pernah pergi ke Ancol, jika
setiap hari ia mendengar kawannya bercerita tentang indahnya pantai Ancol,
sedikit banyak tentu akan terbersit dalam dirinya sebuah keinginan (nafsu)
untuk mengunjungi obyek wisata Ancol.
Oleh karena itu, para ulama kemudian
mengatakan bahwa nafsu memiliki pintu-pintu, dimana pintunya yang terbesar
adalah panca indera. Semakin banyak seseorang mengumbar panca inderanya,
semakin merengeklah nafsu dalam dirinya. Lewat penginderaan, jiwa dan pikiran menjadi
tahu bahwa pada sesuatu tertentu ada kenikmatan yang menggoda. Leawt aroma dan
warna hidangan, air liur pun menetes meminta lidah segera merasakan nikmatnya
makanan. Maka, jika ada pepatah mengatakan : “tak kenal maka tak sayang”,
dapatlah dibuat pepatah baru: “tak tahu maka tak nafsu”.
Nafsu seksual pun tidak berbeda
dengan nafsu-nafsu yang lain itu. Sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas,
pandangan mata diibaratkan seperti senjata beracun iblis. Memang demikianlah,
dari mata semuanya bermula. Dari mata tumbuh rasa cinta, lalu muncul keinginan
memiliki. Kemudian, tak jarang sepasang anak manusia tercebur dalam perzinaan
yang dikutuk Allah.
Karena hubungan erat antara nafsu
seksual dan pandangan ini, tak mengherankan jika Allah menyebutkan hal ini secara
beriringan, sebagai mana terekam dalam firman-Nya,
“Katakanlah kepada para lelaki yang
beriman: hendaklah mereka menahan pandangan dan memelihara kemaluannya. Yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka… (QS. An-Nur : 30)
Demikian pula ‘padangan’ dan
‘kemaluan’ disebut beriringan dalam sabda Rasulullah:
“Barang siapa yang mampu menikah,
maka menikahlah. Karena hal itu lebih menjaga pandangan dan lebih mensucikan
kemaluan.”
Dari sini, seseorang yang belum ingin
menikah atau belum mampu menikah sangat dianjurkan untuk menjaga pandangannya.
Sebab, ketika pandangan mata tak terjaga, “senjata beracun iblis” itu dapat
membunuh kepekaan hatinya. Dan ketika mata hatinya telah buta, maka tanpa
disadarinya dengan pelan-pelan sekali, dengan begitu halus dan sedikit demi
sedikit iblis akan menyeretnya ke lembah yang tercela. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar