Oleh : KH Hasyim Muzadi
Baginda
Rasulullah, Nabi Muhammad SAW, selalu melakukan persiapan jauh-jauh hari
sebelum datang bulan suci Ramadhan. Beliau selalu menunjukkan rasa gembira
tiada tara, kerena di bulan mulia itulah umat Islam selalu diberi kesempatan
untuk mendapat ridha, pahala, dan barokah-Nya.
Ramadhan
adalah bulan penuh barokah, bulan penuh kasih sayang Allah, bulan penuuh
ampunan-Nya, dan bulan ketika Sang Khaliq membuka lebar-lebar pendaftaran bagi
hamba-Nya untuk dibebaskan dari siksaan Api Neraka.
Setelah
sebelas bulan lamanya bergelimpang dosa, mengkonsumsi makanan yang kadang
syubhat bahkan haram, melihat pemandanganyang kadang dimurkai oleh oleh Allah,
mendengar dan melakukan maksiat dan kezaliman. Maka kini tiba saatnya selama
satu bulan kita menahan dan membersihkan itu semua.
Untuk
membasuh daki-daki dosa itu, membersihkan sifat angkara murka dan mensucikan
kembali jiwa kita, Allah telah memerintahkan para malaikat-Nya untuk
mengantarkan “sepotong surga” agar kita dapat membasuh diri, membersihkan jiwa
serta mensucikan hati melalui bulan Ramadhan.
Karena itu,
jangan sia-siakan kehadiran bulan Ramadhan ini. Jangan pula menelantarkan
hidangan yang tengah disajikan oleh para malaikat-Nya kepada kita.
Bulan Ramadhan
mengajarkan bagaimana kita mengendalikan diri, meluruskan diri dan menjernihkan
rohani kita. Semua itu dapat dengan mudah dicapai bila kita secara sadar mampu
mengendalikan nafsu, karena salah satu elemen kemanusiaan ini memang diciptakan
Allah dengan kehendak tak tarbatas.
Nafsu selalu cenderung kepada hal-hal
negative (an-nafsu amaaroh bis suu’) dan untuk menundukkannya kita harus bias
memberikan jalan dan ruang yang jelas agar nafsu dapat dimanfaatkaan dengan
benar. Inilah sebenarnya barometer paing nyata yang diberikan Allah untuk dapat
mengukur kehambaan kita kepada-Nya.
Jika seorang hamba mampu
mengendalikan nafsu dan memanfaatkannya dengan baik, maka nafsu (an-nafsu
lawwamah) akan sangat membantu membangunkan stimulus dalam diri kita agar selal
menyelaraskan kehendak kita dengan kehendak Allah. Kalau bias, malah meletakkan
kehendak Allah di atas kehendak kita.
Bulan Ramadhan hendaknya menjadikan
diri kita lebih peduli dengan sekeliling kita. Ibadah puasa di bulan Ramadhan
sebenarnya tak hanya bermakna untuk individu, tapi juga untuk kehidupan social
kita. Karena itu, mereka yang berpuasa dianjurkan untuk selalu melakukan banyak
kebajikan yang benar-benar dibutuhkan masyarakat.
Yang ingin kita kembangkan ke ddepan,
terutama pada momen puasa Ramadhan adalah bahwa kita tak bias menghindari hidup
dalam masyarakat yang pluralis atau majemuk dengan berbagai keyakinan agama.
Karena itu, berbuat kebajikan atau amal social antara umat beragama tampaknya
menjadi hal yang perlu diintensifkan.
Islam sendiri menjujung toleransi
antar umat beragama, menghormati dan menghargai perbedaan yang ada. Bahkan
dalam al-Qur’an Allah mewajibkan puasa Ramadhan dengan menjelaskan bahwa puasa
itu juga telah dilakukan kaum atau umat beragama lain sebelum islam.
Banyak hal yang bias diperbuat di
negeri ini dengan mengembangkan kerja sama dan koordinasi untuk penegakan amal
social dan proyek-proyek kemanusiaan. Proses pemberdayaan masyarakat yang
nuansanya untuk pemberdayaan kemiskinan dan pengangguran tampaknya perlu kita
tingkatkan. Namun dengan catatan, janganlah proyek seperti ini diarahkan untuk
kembali membenturkan keyakinan antar umat beraganma, atau untuk mengajak orang
masuk ke agama lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar